Sunday, May 31, 2020
Rasa
Friday, March 6, 2015
SATU
Thursday, June 5, 2014
aku lelah
lelah berakting untuk bahagia
lelah untuk berperan rendah hati
lelah begini dan begini
kapan waktu mencari jati diri
usai begitu begini lagi
ingkari saja kata hati
yang kerap berkata bahagia dari mereka
bahagia adalah kita
adalah kau dan aku saja
Friday, May 16, 2014
Prediksi Yang salah
"Kenapa kau masih hidup Ryuk?" Tanya L ketika sedang memainkan papan caturnya.
"Karena aku hidup, hekekekekek" Kekeh Shinigami itu.
"Bukan itu yang aku maksud, kau sudah menuliskan nama di buku itu. Lalu kenapa kau tidak menjadi abu? Bukankah kalau Shinigami sudah menuliskan sebuah nama dari tangan dia, dia langsung lenyap?" Tanya L sedikit penasaran, Kira yang mati ditangan Shinigaminya sendiri itu masih menjadi pemikiran bagi L.
"Shinigami lenyap atau menjadi abu jika yang dituliskannya bukan pemegang buku ini, tapi jika dia menuliskan nama Tuannya otomatis umur Shinigami tidak akan terganggu" Jelas Ryuk.
"..." L atau Ruuzaky terdiam. Mencoba mencerna ucapan Shinigami ini.
"Oh ya, ada satu hal yang tidak diketahui Kira." kata Ryuk tiba-tiba yang membuat Ruuzaky menoleh.
"Apa itu?"
"Dia tidak tahu, ketika buku itu dituliskan oleh Shinigami sendiri. Semua hal yang telah tertuliskan oleh pemegangnya tidak berlaku lagi"
"Benarkah demikian Ryuk?"
"Iya"
"Begitu" L mengambil tumpukan gula diatas mejanya yang berantakan. Memasukannya segenggam ke dalam cangkir kopinya. Pertanda dia bahagia.
---
"L, apa yang kau lakukan disini?" Inspektur Yagami terkejut melihat L berada dalam kantornya.
"Kira beraksi lagi" Katanya singkat.
"Itu tidak mungkin"
"Mungkin saja, Saya sudah menanyakan hal ini kepada Shinigami. Setiap orang bisa memiliki Death Note"
"Bag...Bagaimana mungkin!" kata inspektrur terbata.
"Semua hal mungkin inspektur, Death Note akan jatuh ke tangan seseorang jika dia memohon kepada Dewa Kematian untuk memilikinya. Kita lihat dalam dua kasus lalu bukan? Ada dua Kira." Jelas L.
"Jadi..."
"Kau tidak baca berita, Inspektur?"
"Tidak"
"Kalau begitu hidupkan televisimu"
"- Kembali, setelah lama tidak dikabarkan kemunculannya. Kira, Sang Penegak Keadilan kembali menunjukkan dirinya. Berikut pesan yang dia sebarkan keseluruh media ' Kira kembali, Kira kembali dan akan menegakkan keadilan lagi!'-tit",
"Ini mustahil" Ucap Inspektur setelah mematikan siaran langsung itu.
"Ya... mustahil" Memainkan lolipopnya, L duduk jongkok di atas sofa sambil memikirkan hal ini lebih dalam.
"Aku mengira Kira sudah tak ada lagi setelah kematian Light dan kesalahan atas kematianmu L"
"Aku juga berfikir begitu Inspektur"
"Apa yang harus kita lakukan?"
"Memulai lagi dari awal"
Tidak seperti biasanya, L tak suka jika pekerjaannya harus mulai lagi dari awal. Namun, kali ini dia bertekad. Ini masalah serius. Ada bahaya yang amat sangat nyata mengancam bumi. Prediksinya melenceng, tak cukup dengan membakar death Note milik Misa. Lalu, Death Note milik Light ini apakah harus dibakarnya juga? Tidak... tidak mungkin, jika ini dibakar... Eh, tapi tunggu dulu. Kenapa tidak dimanfaatkan saja? bukankah jika kita melakukan pertukaran mata kita bisa melihat umur manusia?, bisiknya
"Ryuk," Katanya kemudian "Beri aku matamu"
Friday, May 9, 2014
Kelakuan
pada dasarnya kita sama
sama sama berkelamin betina
kau merangkak
aku berjalan tegak
tak soal seberapa besar kepang sanggulmu
yang penting jangkar otak dalam tengkorak itu
kau tergelak
kata-kataku yang jika didengar manusia jelas menyesak dada mereka
ah tak jadi soal
dulu juga mereka sama
bahkan sekarang juga
katamu sembari menjejal tulang belulang berbelatung kemulut kasarmu
jacket beludru tersampir dibahu
topi hangat terjejal dikepalamu
kontras sekali dengan rupaku
bulu tebal membebat ragaku
memasukkan roti tawar yang tadi kubeli dikedai itu
- oo -
Celoteh
bibir cangkirku kini sumbing
semalam suntuk kugigiti terus
karena kerap sekali mencelotehi kau
dia sepertinya lebih ingat kenangan ketika kau mencampakkan dia daripada aku
tak lagi manis kurasa setiap kali kusesapi muncungnya
dia meraung
memberontak
hingga sesapanku tak tertelan malah terbuang
aku lempar dia
namun dia cuma menangis
meratapi kepergianmu
- oo -
Mulutku Mulutnya
mulutku dan mulutnya saling melumat dalam senggama
berceloteh kasar hingga tertawa
hingga terbusai liur dibuatnya
terserah
mau yang dimakannya itu makanan halal atau haram
yang jelas kita melumat dengan garang
menggigit tanpa belas kasihan
yang pasti mulutku dan mulutnya saling menggeram
banyak yang mencibir
hingga lidahnya terjulir bagai anjing kepanasan
yang tak dapat makan dari tuan
tak soal,
kami tetap garang dalam erangan
- oo -
kawan, terima kasih
atas kesedianmu memberi tempat aku diantara temanmu, temanku juga
kerap kali sindirian yang aku lontarkan dianggap peluru
yang dengan seketika mematikan aliran darahmu sehingga dia memancar keluar
salah kawan, picik dugaanmu mengenyahkan terima kasihku
kita hendaknya belajar,
belajar yang banyak agar hidup lebih bijak
bukan berdiam diri dalam satu tempat
kemudian berkata kau yang hebat
salah kawan, salah
kau selalu menyindirku
usah terlalu senang didunia biru
padahal pelajaran kerap ku ambil dari situ
dengan sedikit membuka buku
banyak orang bilang
pengalaman bukan guru kalau kita tak terjun kedalam
berkubang hingga kotor
hingga bibirmu jontor-jontor
kebaikanmu mulia, kawan
salahnya kau terlalu mendikte dengan pengelihatan
atau aku yang salah kawan,
terlalu memaksakan kehendak agar kau belajar dari satu saja arahan
Serial anak-anak Minang
"Si Sulah"
Pada jaman dahulu kala, kalau tidak mau kubilang jaman Pak Harto karena sinisme tertentu dan rezim orde baru yang dibilang otoriter itu. Hiduplah seorang anak kecil berkepala pelontos alias botak jika tak mau aku bilang sulah. Giginya tinggal dua karena habis dimakan rayap. Jelas saja itu tak mungkin...gigi itu penguyah coklat sejati yang diambil dari warung bundonya. Bahagia sekali memang. Sekarang mana ada, main "sipak tekong". Aku tak tau bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesianya kubilang menurut bahasa daerahku sajalah.
Sampai malam dibelakang mesjid dekat kuburanpun jadi mereka main begitu. tidak peduli amay-amay
menyoraki mereka. Roh kuburan akan marah dan "manyapo" mereka. aku tidak mengerti, hubungannya apa, sampai sekarangpun.
Sial benar. Semenjak rezim pak jendral lengser, saat itu pula para keyakinan bocah-bocah tengik macam kami luntur dengan datangnya barang mewah semacam hape atau alat main game paling canggih jaman itu gimbot. Rasanya jadi orang kaya sekampung jika punya gimbot. beda lagi sekarang. Gimbot saja tak laku.
***
Azan magrib sudah berkumandang, tak ayal Si Sulah tadi tergopoh pulang, takut dimarahi Bundonya. Anak sekarang, pulang malam saja bukannya kena marah. Dimarahi malah memarahi balik, telak benar. Mencari handuk buat mandi dan ke surau. Berada di syaf paling depan dideretan "Gaek" dan "Apak" si sulah pede. Entah hapal dengan ayat yang dibaca entah cuma komat kamit saja.
"Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabaraktuh"
Pak Ustad membuka pertemuan mengaji malam itu. Biasanya bapak Ibrahim atau bapak Tengku.tapi ini sepertinya Ustad baru.
"Baiklah hari ini saya menggantikan bapak Ibrahim karena beliau pulang kampung ke Mentawai" kami
bahagia.
"Untuk itu hari ini kita akan mempelajari surat Al- Kafirun, yang hapal akan saya kasih duit seribu" sambil menlongokkan duit seribu berwarna biru. Seribu sudah banyak jaman itu, bisa beli miso.
Kami girang bukan kepalang, duit seribu dan kelereng yang akan dibeli besok. Isi kepala Si Sulah.
Terpatah-patah menghafal beberapa ayat itu. Si Sulah cuma bisa dua ayat saja. Mencelos lah hatinya. Gagal uang seribu.
***
"Kenapa kau macam kucing kena ikat lehernya. Menyuduik saja." Kata Bundo
"Aku tak dapat duit seribu dari Pak Ustad Bundo."
"Ondeh, macam apa pula itu"
"Kata Pak Ustad kalau hapal surat al-kafirun dikasih duit seribu"
"Alah...alah...hei Sulah...jangan uang saja di otak kau itu. Tujuan Bapak Ustad itu biar kau hapal dan
mendalami suratnya. Bukan duitnya. Apa modal kau hidup nanti jika Al-Qur'an saja kau tak pandai membacanya. Mau kau ajari apa anak kau kelak? Bundo tak mungkin mengingatkan kau soal ini. mana tau sebentar lagi umur Bundo habis. Ingat Nak, angan dunia ini saja kau kejar, kau hidup akan mati bukan hidup selamanya..."
"Iya bundo"
***